Saturday, August 12, 2006

Obrolan di malam minggu

- Tulisan ini dibuat dalam konteks hubungan cinta antar manusia pada masa yang disebut pacaran –

Bicara dengan tetangga perempuan saya mengenai cinta di malam minggu kemarin. Dia bertanya: “Om, saya ini termasuk orang yang setia ngga sih? Tapi kenapa ya pacar saya, selalu menyia-nyiakan saya. Saya ancam dia, kalau kamu menyia-nyiakan saya, saya akan berdoa kepada Tuhan untuk pembalasannya.”

Pisah atau putus cinta memang menyakitkan. Ketika kompromi tidak lagi didapat, ketika ada tangan-tangan yang sangat berkuasa di satu sisi mengalahkan kekuatan yang ada akhirnya menimbulkan banyak pertanyaan daripada jawaban.

Persamaan matematika pun akan menjadi sangat sulit jika kita dapatkan variable yang terlalu banyak sehingga perubahannya benar-benar akan mengikuti satu atau beberapa fungsi yang acak. Tidak ada pola, yang akhirnya berarti tidak ada persamaan. Konsep yang abstrak yang akan dicoba untuk didekati untuk melihat kaitan antara ruang dan struktur pun hilang, yang akhirnya tidak ada satu konsep kontinuitas lagi.

Diskontinuitas…

Lalu orang menyederhanakannya dengan satu kata: bukan jodohnya. Mungkin memang kata-kata yang sederhana bisa membuat kita lega. Tapi paling tidak di sini, campur tangan Tuhan tidaklah sedemikian hebat dirasakan pada kondisi menikah.

Ada juga orang yang bilang: biarin aja. Membuat capek…

Balik ke pertanyaan tetangga perempuan saya, jawaban saya kira-kira begini ke dia:

1. Adakalanya kita menganggap orang lain, pacar kita, mempunyai siklus kehidupan yang sama serta ritme kehidupan yang sama persis dengan kita. Di saat kita senggang, dia pun senggang, dan di saat kita sibuk, dia pun sibuk. Padahal seringkali tidak demikian.
2. Adakalanya kita menganggap orang lain, pacar kita, mempunyai alokasi orientasi/perhatian yang seimbang dengan kita. Jika kita punya porsi 50% dalam otak kita adalah dia, pun, kita anggap dia mempunyai angka yang ekivalen dengan yang kita punya. Padahal kita tidak pernah tahu angka itu.
3. Sama dengan dua point di atas, tapi masalahnya ada di hati. Baca saja synopsis Opera Jawa-nya Garin Nughroho. Yang mesti akhirnya terbukti Siti setia kepadanya, toh, Setyo membunuhnya dan meraup isi hatinya, karena ia tetap ingin melihat isi hati istrinya.
4. Jangan ada pembalasan. Buatlah hati kita untuk memaafkan. Lupakanlah dan jadikanlah itu sebagai suatu eksperimen.

Akhirnya, memang situasi crossroad itu membuat kita susah. Kawan dekat saya bilang, tenang saja, nanti akan ada kesetimbangan baru dalam hidup. Perlu waktu memang, tapi biarlah itu terjadi. Toh, kalaupun dipaksakan juga repot. Buat apa repot-repot. Kadang memang dalam hidup dan beragama pun, madzhab “ngelmu katon” (ilmu yang kelihatan) enak untuk dilakukan. “Ngapain berpasangan jika hidup tambah susah?”

0 Comments:

Post a Comment

<< Home