Monday, August 01, 2005

Kingdom of Heaven

Pertama-tama saya ingin menyampaikan kekaguman saya kepada Arief, yang menulis sinopsisnya yang sangat mengena tentang film Closer.

Dulunya, saya punya seorang yang membantuku mengerti tentang arti suatu film ataupun novel, ataupun tulisan kecil, dan mencoba menghubungkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Sesuatu yang saya susah sekali untuk mencapainya…

Karena terkadang, seperti teman baru bilang: “I often have a very simply conclusion about a thing.”

Tidak tahu benar tidaknya…

Saya mengutip pendapat KH. Muchith Muzadi, seorang alim ulama (yang meskipun sekota, saya tidak pernah bertemu, mungkin karena gap yang terlalu jauh) mengenai formalisasi dan pengkaitan agama dan kekuasaan yang akan memberikan peluang para penguasa menjadikan legitimasi agama untuk menindas demi kepentingan kekuasaan.

Beliau berpendapat bahwa hal ini bisa terjadi. Sebab, manusia itu makhluk yang paling dicurigai untuk memanfaatkan segala yang enak untuk dirinya. Beliau mengambil perumpamaan: perang Salib!

Beliau menggugat kesimpulan Perang Salib merupakan suatu perang agama: ”Saya tidak mengingkari motivasi keagamaan dalam perang Salib. Saya ingin tahu berapa persen motivasi agama dan berapa persen motivasi lain, motivasi ekonomi, perluasan wilayah, politik dan lain-lain. Kita ini kadang-kadang keliru dalam memandang persoalan

Saya tidak tahu apakah Kiai Muchith akhirnya menonton juga Kingdom of Heaven atau tidak. Dan saya juga tidak tahu apa yang akan dikatakan setelah menonton film tersebut.

Menarik jika kita mengutip pertanyaan Balian, What is Jerusalem worth? Yang dijawab oleh Salahuddin, Nothing!, kemudian berjalan kembali ke pasukannya, tiba-tiba berpaling dan berkata: Everything!

Di mana sebelumnya, mereka berperang, dan Salahuddin berjanji kepada Balian (setelah menang bertempur): ... every soul, the women, the childrean, the old, and all your knights and soldiers, also your queen: no one will be hurt, I swear to God!

And peace be with you…

Menungkil lagi sinopsis dari Goenawan Mohamad, dalam kolomnya “Saladin”, seseorang yang dikagumi sebagai seseorang yang tak hendak membuat kesengsaraan. Yang tiap kali ia harus mengorbankan jiwa manusia, ia siap untuk berdamai, yang mungkin dikarenakan Saladin tidak pernah secara final menyimpulkan bahwa yang dilakukannya adalah untuk memperoleh sesuatu yang berarti: everything!. Selalu yang terselip di hatinya: jangan-jangan ia sebenarnya sedang hendak mencapai sesuatu yang sama sekali tak bernilai.

Satu pelaku dalam sejarah Perang Salib yang panjang dan kompleks, yang malah mungkin sebuah perkecualian.

Mencari hubungan antara nothing dan everything yang diucapkan Salahuddin dalam jeda waktu yang pendek untuk menjawab satu pertanyaan akhir merupakan suatu proses pencarian yang panjang yang seringkali juga menghinggapi tiap kejadian di hidup kita.

Suatu yang pernah saya sms ke orangtua saya: satu hal yang kupelajari dalam hidupku sekarang, bahwa apa-apa yang ada di hadapanku sekarang bisa berubah kapanpun.

… you don’t know what you’ve got ‘til it’s gone…

0 Comments:

Post a Comment

<< Home